RSS

Saturday 27 February 2010

He Ain't Heavy, He's My Brother

By: Neil Diamond

The road is long with many of winding turns
That lead us to who knows where,
who knows where
But I'm strong,
strong enough to carry him
He ain't heavy, he's my brother

So on we go
His welfare is my concern
No burden is he to bear, we'll get there

For I know
he would not encumber me
He ain't heavy, he's my brother

If I'm laden at all,
I am laden with sadness that
everyone's heart isn't filled with the gladness
of Love for one another

It's a long long road
From which there is no return
while we're on our way to there why not share

And the load doesn't weigh me down at all
He ain't heavy , he's my brother


He ain't heavy
He's my brother

(Kawan, coba telaah liriknya, itulah keadaan kita sekarang, semoga lagu ini bisa memperkuat kita)

Thursday 25 February 2010

Surat Dari Kawan : 3

Kawan,

Apakah kamu tahu tentang kisah sekumpulan orang yang menatap langit?

Ini kisah tentang sekelompok orang yang berkumpul. Mereka berdiri tegap dan tegak menatap langit dan sesekali menatap tanah. Tanah yang pernah mereka pijak, yang terkena tumpahan keringat, air mata serta, darah mereka. Tanah yang mengingatkan mereka tentang perjuangan untuk bisa berdiri di sana, di puncak bukit. Perjuangan melawan takdir. Dan mengingatkan mereka untuk kembali menatap langit.

Ini kisah tentang suara-suara yang keluar dari lobang. Suara yang sedikit tapi bergema kencang sampai ke horison. Menggetarkan siapa saja yang mendengarnya. Menekuk lutut para pecundang dan pengecut. Suara yang bergema namun tidak terdengar oleh beberapa orang. Tidak terdengar oleh mereka yang menutup telinganya, atau mereka yang berteriak juga.

Ini bukan kisah tentang perjuangan atau pengorbanan.

Ini kisah tentang beberapa manusia. Menerima tugas. Bersikap seperti alam, berusaha memberi, tidak berharap kembali. Menatap langit. Memenuhi takdir. Memimpin, bukan dipimpin. Di depan, bukan di belakang. Di atas, bukan di bawah.

Ini kisah tentang akhir yang bahagia sekaligus sedih. Di mana pada akhirnya mereka mungkin masih menatap langit dan sesekali menatap tanah. Tapi tidak di sana, di puncak bukit itu. Dan tidak beramai-ramai. Ketika saat itu tiba, mereka akan mensyukuri tiap tenaga yang tercurah, tiap tetes keringat yang tercucur, dan tiap tetes darah yang mengalir, yang mereka keluarkan bersama, ketika mereka masih menatap langit, di puncak bukit itu, bersama-sama.

Kawan, ingatkah kamu. Kita lah mereka. Ya, kita lah sekumpulan orang yang menatap langit. Pertanyaannya adalah masihkah kita menatap langit? Mungkin kita sudah lelah, jenuh dan penat menatap langit itu. Tapi kawan, langit itu masih luas. Awan mendung masih di depan. Sebentar lagi kawan. Sebentar lagi. Tinggal hitungan bulan. Dan kita bisa beristirahat tidak lagi menatap langit.


Kawanmu,



Kresnoadi Wiratama

Wednesday 24 February 2010

Surat Dari Kawan : 2

Kawan,

Apa kau ingat waktu itu? Saat di mana kita ditempa oleh alam? Akan kuingatkan kamu tentang cerita kita di waktu itu. Mungkin dengan mengenangnya kembali, akan tersadarkan olehmu betapa kita ini sangat berikatan.

Kita saat itu layaknya sebuah onggokan besi tak berguna, yang akan ditempa menjadi salah satu benda yang sangat bermanfaat dalam sejarah manusia. Kita akan dibentuk menjadi sebuah pedang, yang keras seperti Kristal, dan tajam layaknya silet.

Kita, manusia terpilih, sekumpulan manusia yang mereka sebut pecinta alam, hanya alam yang bisa menempa kita. Hanya alam yang cukup kuat untuk membentuk kita. Layaknya sebilah pedang, untuk membentuknya perlu dipanaskan, baru dipukul berkali-kali, sampai akhirnya dibekukan. Kita pun mengalami proses yang sama, dengan pelajaram dan hikmah yang bisa kita ambil dari setiap prosesnya.

Panas di bukit itu, sebagai permulaan untuk menyiapkan proses ini, meleburkan kita, onggokan-onggokan besi sampah menjadi satu kesatuan.

Hujan badai, mengikis semua kotoran dan penghalang yang tadinya ada di antara kita agar kita bisa melebur dengan sempurna.

Lelah dan letih, menempa kita, membentuk ulang diri kita, agar kita menjadi apa yang telah kita harapkan.

Dinginnya malam, membekukan kita kembali agar kita menjadi kuat dan kokoh, keras dan tangguh, untuk menghadapi setiap tantangan yang nantinya akan kita hadapi.

Keringat dan darah yang tercucur bukan hal yang asing bagi kita. Tiada ragu keringat menetes, tiada ragu darah mengucur, namun demi selesainya sebuah proses penempaan ini dengan sempurna, kita bertahan hidup.

Dari semua pelajaran itu, yang terpenting adalah kita merasakan sesuatu yang bernama kebersamaan, sesuatu yang mungkin bullshit di telinga beberapa orang. Ya, kebersamaan itu memang ada. Kebersamaan itulah yang membuat kita mampu bertahan hidup, mampu menyelesaikan proses ini, dan tetap menjadi sebilah pedang baja yang keras dan tajam, yang tidak dapat rusak oleh zaman. Zaman hanya akan mengeratkan genggaman kami, tidak mungkin melepasnya.

Kebersamaan itulah yang membuatku menulis surat ini. Kebersamaan itulah yang membuat kita berada di sini sekarang. Dan kebersamaan itulah yang membuat kita masih berangkulan di sini, di dalam sebuah lingkaran, dan meneriakkan kata yang menggemparkan semesta, jiwa, dan raga, kata agung penuh makna, “CARVE, CARVE, CARVE!!!”



Kawanmu,



Kresnoadi Wiratama

Tuesday 23 February 2010

Surat Dari Kawan : 1

Kawan,

Orang bijak berkata, melakukan suatu hal tidak akan lebih berkesan daripada melakukannya untuk pertama kalinya. Ya, itu benar. Begitu juga dengan kita. Kini, mungkin ini saat yang tepat untukku menceritakannya padamu, dari sudut pandangku, seorang biasa, bagaimana pertama kali kita berjumpa dan saling mengenal.

Saat itu, kita, kamu dan aku pertama kali berkumpul bersama mereka di tempat itu. Aku hanya tahu 1 2, mungkin itu tidak termasuk kamu. Satu per satu dari kita memperkenalkan diri, hanya sekedarnya saja, dan setelah perkenalan diri itu aku masih belum mengenalmu. Biasa saja, waktu itu kamu seperti rumput yang paling hijau di padang rumput. Ya, mungkin kamu paling hijau, tapi hampir tak ada bedanya dengan yang lain.

Seiring waktu yang kita habiskan bersama, makin tahulah aku tentang kamu. Seperti apa kamu, apa yang kamu suka, apa yang kamu tidak suka. Aku pun percaya bahwa kamu merasakan hal yang sama. Sesuatu telah menyatukan kita, sesuatu yang bahkan tidak terlihat ketika kita pertama berkumpul dengan mereka di tempat itu. Saat itu, aku percaya, bahwa kita bukan sekedar teman, atau kawan, atau sahabat. Kita adalah sebuah keluarga. Kamu sudah seperti saudaraku, mungkin saudaraku yang paling jauh, tapi ada sesuatu yang mengikat kamu dan aku, ikatan yang bahkan lebih kuat dari sekedar ikatan profesi, pekerjaan, bahkan mungkin ikatan darah. Kamu sudah jadi pohon yang menjulang di padang rumput.

Saat itu, saat di mana aku pertama kali mengenalmu, adalah saat di mana aku selalu ingin di sampingmu, menemanimu, menjagamu. Ingin rasanya kupeluk erat dirimu, dan tidak akan kulepaskan. Jika aku bisa menangis saat itu, mungkin aku sudah menangis sambil berlutut, karena aku tahu, saat itulah, saat di mana perjuangan kita dimulai.

“Yesterday is a history, tomorrow is a mystery, but today is a gift, that’s why we call it present.. – Master Oogway”


Kawanmu



Kresnoadi Wiratama


Monday 22 February 2010

Surat Dari Kawan (Intro)


Aku, adalah seorang manusia biasa. Terlahir biasa dan hidup biasa saja. Tak ada yang istimewa. Aku, adalah orang yang selalu menemanimu. Aku adalah orang yang selalu mendampingimu. Mungkin terkadang aku pergi sebentar. Tapi gundah rasanya hatiku bila tak bersamamu. Ingin segera kembali ke sampingmu.

Kita, ya kita, kamu dan aku. Melakukan banyak hal bersama. Tertawa bersama, menangis bersama, senang bersama, dan sedih bersama. Waktu-waktu kita lalui dan kuharap kita masih bisa menghabiskannya bersama. Perjuangan kita lakukan. Keringatku dan keringatmu, darahku dan darahmu tumpah menjadi satu. Satu langkah, satu derap, satu detak.

Aku, adalah seorang manusia biasa. Terlahir biasa dan hidup biasa saja. Tapi aku ingin mati istimewa. Yah, setidaknya mati setelah aku selesai menyelesaikan tugasku dan mencapai tujuanku, kebahagiaanku yang terdalam, yaitu menemanimu sampai di tujuan kita.

Aku, adalah kawanmu.

Namaku, Kresnoadi Wiratama.

Dan beginilah kisah kita dimulai..